Menu

Mode Gelap
5 Temuan Kejari Palembang Saat OTT Kadisnakertrans Sumsel, Ada Uang hingga Pelat Palsu DPRD OKI Gelar Paripurna Usulan Pengesahan Pelantikan Bupati Wakil Bupati OKI Terpilih KUASA HUKUM ASTA TOLAK ADANYA MENGGERAKKAN ASN DI PILKADA BANYUASIN KUASA HUKUM HBA HENNY MEMINTA HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI MEMUTUSKAN PSU DAN DISKUALIFIKASI PASLON JM ARIFAI DI PILKADA EMPAT LAWANG Barisan Pemantau Pemilihan Sumatera Selatan Gugat KPU Ogan Ilir di MK Ruko 2 Lantai Disegel KPK, Apakah Ada Kaitannya dengan Dugaan Kasus Korupsi Dispora OKI? 

Hukum

*DRAMA AKHIR TAHUN; PERGULATAN ANTARA PDIP, JOKOWI, PRABOWO*

badge-check


					*DRAMA AKHIR TAHUN; PERGULATAN ANTARA PDIP, JOKOWI, PRABOWO* Perbesar

*DRAMA AKHIR TAHUN; PERGULATAN ANTARA PDIP, JOKOWI, PRABOWO*

Oleh: Muhammad Ali

Aktivis 98, Jurnalis, Analis Ekonomi Politik

Pertarungan politik di Indonesia tengah memasuki babak baru yang penuh intrik dan konflik kepentingan. Hubungan yang semula harmonis antara Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kini bertransformasi menjadi medan perang terbuka.

Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketua Umum PDIP, bersama Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, menghadapi upaya ambisius Jokowi yang dinilai telah melampaui batas etika dan norma politik. Dan bagi PDIP, Megawati dan Hasto, sikap yang diambil ini adalah bentuk permintaan maaf dan pertanggung jawaban kepada bangsa tentang tegaknya demokrasi.

Pusaran konflik inilah yang memaksa Prabowo mengumpulkan para ketua partai politik yang tergabung dalam KIM plus dirumahnya, Sabtu 29 Desember 2024. Tentu peristiwa tidak bisa dilepaskan berkaitan dengan dinamika politik yang ada saat ini.

Perlawanan PDIP, dugaan dalang dibalik kriminalisasi Anies yang semakin terang benderang, sikap mahasiswa yang mulai melawan kebijakan kenaikan PPN 12 % serta putusan hukum yang melukai nurani rakyat pada kasus korupsi tambang nikel, perlawanan Hasto terhadap upaya penetapan sebagai tersangka di KPK di tengah banyaknya isu korupsi yang melibatkan elit istana baik yang sudah berkuasa maupun yang sedang berkuasa serta keterlibatan parcok dalam dugaan kecurangan pemilu dan pilkada.

Perseteruan ini berawal dari langkah Jokowi yang diduga mendorong agenda masa jabatan Presiden tiga periode. Hal ini tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap PDIP yang selama ini mendukungnya.

Puncaknya adalah keputusan Jokowi untuk mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, melalui manuver hukum di Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan Gibran mencalonkan diri sebagai calon Wakil Presiden.

Megawati dan PDIP merasa terpinggirkan oleh ambisi Jokowi.
Dengan tegas, Megawati menolak rencana tersebut dan memasang badan untuk mempertahankan integritas partai serta konstitusi. Hasto Kristiyanto, sebagai juru bicara utama PDIP, bahkan menyatakan bahwa Jokowi telah mencederai kepercayaan partai.

Hasto juga membuka tabir kriminalisasi yang dialami Anies Baswedan. Langkah-langkah hukum yang diambil untuk menghalangi Anies maju dalam Pilpres dan Pilgub Jakarta 2024 dituding sebagai bagian dari strategi Jokowi untuk melanggengkan kekuasaan.

Konflik ini semakin memanas dengan penetapan Hasto sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.
Kasus yang sebelumnya seolah dilupakan ini, kini dimunculkan kembali oleh KPK, yang kerap dituding sebagai alat kekuasaan Jokowi. Penetapan ini terkesan selektif, mengabaikan berbagai kasus korupsi besar lainnya, yang justru melibatkan elit kekuasaan.

Namun, Hasto tidak tinggal diam. Dengan lantang, ia menyatakan akan melawan balik dengan membongkar kejahatan para elit kekuasaan, termasuk Jokowi. Dokumen-dokumen penting yang disebut telah dinotariskan di Rusia menjadi senjata utama PDIP dalam menghadapi serangan ini.

Dalam pusaran konflik ini, muncul nama Connie Rahakundini Bakrie, seorang Guru Besar bidang Hubungan Internasional di Universitas Negeri Saint Petersburg, Rusia, sekaligus pengamat militer yang dikenal vokal. Connie disebut-sebut membantu Hasto mengamankan dokumen-dokumen penting yang memuat kejahatan para petinggi negeri.

Dokumen tersebut telah dinotariskan di Rusia dan diyakini akan menjadi senjata pamungkas untuk membuka tabir kejahatan yang dilakukan oleh kelompok kekuasaan.

Menurut Connie, dokumen ini tidak hanya berisi rincian tindakan korupsi, tetapi juga keterlibatan sistematis dalam upaya merusak demokrasi dan memanipulasi institusi hukum. Dengan kredibilitas Internasionalnya, Connie memperkuat posisi Hasto dalam menghadapi tekanan politik dan hukum.

Langkah ini menunjukkan bahwa pertarungan antara PDIP dan Jokowi telah melampaui batas domestik, dengan melibatkan aktor-aktor global yang siap mendukung perjuangan melawan ketidakadilan.

Di tengah badai politik ini, posisi Prabowo Subianto dan Partai Gerindra berada dalam dilema. Sebagai presiden terpilih dan sekutu Jokowi, Prabowo tampak enggan mengambil sikap tegas.

Bahkan pernyataan Habiburokhman, politisi Gerindra, yang menyebut kasus Harun Masiku sebagai persoalan hukum bukan persoalan politik, seolah menciderai nalar publik, bahkan membuat narasi pernyataan Mahfud MD, yang mengatakan bahwa pernyataan Mahfud tak perlu didengarkan, karena beliau adalah orang yang gagal, menunjukkan bahwa Gerindra kini turut terseret dalam pusaran konflik ini.

Padahal dalam pandangan PDIP kriminalisasi itu ada benang merahnya terhadap pemecatan jokowi dan keluarganya dari PDIP.

Prabowo menghadapi tantangan besar: apakah ia akan mendukung Jokowi yang tengah terpojok, ataukah bergabung dengan PDIP untuk melawan kejahatan yang dilakukan oleh kelompok kekuasaan.

Sikap Prabowo dalam konflik ini akan menentukan arah politiknya di masa depan, termasuk peluangnya menjalankan roda pemerintahannya.

Dalam situasi konflik politik seperti ini, peran rakyat, cendekiawan, buruh, dan mahasiswa menjadi sangat krusial. Kebijakan pemerintahan baru yang didukung oleh Jokowi, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan pemberian pengampunan kepada koruptor dengan syarat pengembalian uang jarahan, telah memicu gelombang kemarahan publik.

Kebijakan ini tidak hanya bertentangan dengan semangat reformasi 1998, tetapi juga mencederai pengorbanan darah dan nyawa para mahasiswa serta aktivis reformasi.

Rakyat perlu bersatu untuk menuntut akuntabilitas dan keadilan, serta menolak kebijakan yang semakin menyengsarakan mereka. Cendekiawan memiliki peran strategis dalam memberikan analisis kritis dan solusi konkret untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Buruh dan mahasiswa, sebagai garda depan gerakan reformasi, harus kembali turun ke jalan untuk mengingatkan para penguasa akan janji-janji reformasi yang kini dilanggar. Mereka juga harus menciptakan aliansi lintas sektor untuk memperkuat perjuangan, mengorganisasi aksi-aksi damai, dan memperjuangkan kebijakan yang prorakyat.

Mahasiswa sebagai agen perubahan harus memimpin perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang merugikan, memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan keadilan, dan mendorong diskusi publik yang mendalam.

Sementara itu, buruh dapat meningkatkan tekanan dengan aksi-aksi kolektif, seperti mogok nasional, sebagai bentuk protes terhadap kenaikan PPN dan kebijakan lain yang memberatkan mereka.

Cendekiawan, melalui tulisan, seminar, dan media, dapat menjadi katalisator perubahan dengan menggugah kesadaran masyarakat. Mereka juga dapat memberikan strategi jangka panjang untuk menciptakan reformasi sistemik yang mendukung keadilan sosial.

Semua elemen ini harus bersatu dalam satu suara untuk memastikan bahwa kekuasaan tetap berada dalam kontrol rakyat, bukan oligarki.

Babak baru ini mengingatkan kita pada epos Mahabharata, khususnya perang Baratayudha di hari ke-17 dan ke-18, di mana pertempuran antara kebenaran dan kebathilan mencapai puncaknya. Megawati dan Hasto mengambil peran Pandawa yang berjuang untuk keadilan dan kebenaran, sementara Jokowi dan para kroninya memerankan Kurawa dengan ambisi kekuasaan yang tak terbendung.

Jika Hasto dan PDIP berhasil membongkar kejahatan yang dilakukan oleh Jokowi dan kelompoknya, ini akan menjadi babak baru dalam politik Indonesia. Sebaliknya, jika Jokowi mampu mengendalikan situasi melalui instrumen hukum dan politik, maka ia akan terus mengukuhkan dominasinya.

Konflik ini membuka tabir tentang bagaimana kekuasaan dijalankan di negeri ini. Pertempuran antara PDIP dan Jokowi bukan hanya soal siapa yang berkuasa, tetapi juga tentang arah masa depan Indonesia. Rakyat kini menjadi penentu, apakah akan mendukung perjuangan untuk kebenaran yang diusung oleh PDIP, atau tetap membiarkannkekuasaan terus berjalan di bawah bayang-bayang oligarki.

Pada akhirnya, pilihan ini akan menentukan apakah Indonesia mampu keluar dari belenggu korupsi dan kekuasaan otoriter, ataukah tenggelam lebih dalam dalam pusaran kebathilan.

Palembang, 31 Desember 2024

Penulis

Muhammad Ali
Aktivis 98,Jurnalis,Analis Ekonomi Politik

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

5 Temuan Kejari Palembang Saat OTT Kadisnakertrans Sumsel, Ada Uang hingga Pelat Palsu

14 Januari 2025 - 16:32 WIB

KUASA HUKUM ASTA TOLAK ADANYA MENGGERAKKAN ASN DI PILKADA BANYUASIN

10 Januari 2025 - 09:34 WIB

KUASA HUKUM HBA HENNY MEMINTA HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI MEMUTUSKAN PSU DAN DISKUALIFIKASI PASLON JM ARIFAI DI PILKADA EMPAT LAWANG

10 Januari 2025 - 09:20 WIB

Barisan Pemantau Pemilihan Sumatera Selatan Gugat KPU Ogan Ilir di MK

8 Januari 2025 - 13:56 WIB

Ruko 2 Lantai Disegel KPK, Apakah Ada Kaitannya dengan Dugaan Kasus Korupsi Dispora OKI? 

8 Januari 2025 - 13:41 WIB

Trending di Daerah